MENGATASI ANAK YANG TAKUT BERSEKOLAH DAN DAMPAK YANG MUNGKIN TERJADI BILA DIBIARKAN


Anak yang takut masuk sekolah dapat menjadi masalah yang cukup serius bagi keluarga dan sekolah. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

Pertama, perlu diketahui penyebab dari ketakutan anak tersebut. Bisa jadi anak merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekolah, atau merasa kurang yakin dengan kemampuannya. Jika penyebabnya sudah diketahui, maka dapat diambil tindakan yang sesuai.

Kedua, berikan dukungan dan kasih sayang kepada anak. Anak perlu merasa aman dan nyaman saat berada di sekolah. Jangan terlalu keras atau tegas, karena hal ini dapat membuat anak merasa tertekan dan semakin takut.

Ketiga, berikan pengalaman positif di sekolah. Bantu anak untuk mengenal guru dan teman-temannya. Ajak anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, seperti olahraga atau kegiatan seni. Ini akan membuat anak merasa lebih yakin dan merasa memiliki tempat di sekolah.

Keempat, berikan anak kesempatan untuk berbicara tentang perasaannya. Anak perlu merasa dihargai dan didengar. Jika anak merasa takut, jangan menganggap hal itu remeh. Cobalah untuk mengerti dan berusaha membantu anak dalam mengatasi perasaannya.

Kelima, kerja sama dengan sekolah. Sebagai orangtua, kita harus bekerja sama dengan sekolah agar anak kita merasa nyaman dan aman di sekolah. Ini akan membantu anak untuk merasa lebih yakin dan merasa memiliki tempat di sekolah.

Mengatasi masalah ketakutan anak masuk sekolah memerlukan waktu dan kesabaran. Namun, dengan dukungan dan kasih sayang yang konsisten dari orangtua dan sekolah, anak akan cepat merasa nyaman dan siap untuk belajar.

Dampak Buruk Yang Terjadi Bila Di Biarkan

Anak yang takut masuk sekolah dapat menimbulkan beberapa dampak yang cukup serius bagi perkembangan anak. Berikut adalah beberapa dampak yang dapat ditimbulkan oleh masalah ini:

Keterlambatan dalam perkembangan belajar. Anak yang takut masuk sekolah akan cenderung kurang minat untuk belajar, sehingga akan kesulitan dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan belajar anak.

Kurangnya interaksi sosial. Anak yang takut masuk sekolah akan cenderung menghindari interaksi dengan teman-temannya, sehingga kurangnya interaksi sosial dapat menyebabkan masalah dalam perkembangan emosional dan sosial anak.

Kecemasan dan depresi. Anak yang takut masuk sekolah akan cenderung merasa cemas dan stres, yang dapat menyebabkan kecemasan dan depresi pada anak.

Masalah kesehatan fisik. Anak yang takut masuk sekolah dapat mengalami masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala, mual, dan lelah yang berlebihan.

Masalah dalam hubungan orangtua-anak. Orangtua yang terlalu tegas atau kurang empati dalam mengatasi masalah ini dapat menyebabkan masalah dalam hubungan orangtua-anak.

Maka, orangtua harus berkoordinasi dengan sekolah dan memberikan dukungan dan kasih sayang yang cukup kepada anak. Juga, perlu diidentifikasi dan diatasi penyebab ketakutan anak tersebut. Dengan demikian, anak dapat kembali merasa nyaman dan siap untuk belajar, serta dapat menghindari dampak negatif yang ditimbulkan oleh masalah ini.

Yang Terjadi Di Dunia

Jumlah anak yang mengalami ketakutan atau phobia terhadap sekolah di dunia cukup tinggi. Fenomena ini dikenal dengan istilah "school refusal" atau "school phobia." Menurut studi yang dilakukan oleh American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, sekitar 5-7% anak di Amerika Serikat mengalami masalah ini.

Penyebab dari school refusal atau school phobia bervariasi, namun biasanya terkait dengan masalah kesejahteraan mental seperti ansietas atau depresi. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan anak mengalami masalah ini termasuk rasa tidak nyaman dengan lingkungan sekolah, masalah dengan teman sekelas, atau masalah yang terjadi di rumah.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan intervensi yang cepat dan tepat. Ini termasuk terapi, pendampingan, atau perawatan medis. Beberapa teknik yang digunakan dalam terapi untuk mengatasi school refusal atau school phobia antara lain terapi kognitif-behavioral, relaksasi, atau terapi dukungan sosial.

Penting juga untuk dicatat bahwa masalah ini tidak hanya terbatas pada anak-anak saja, namun juga dapat terjadi pada remaja dan orang dewasa. Oleh karena itu, perlu ada dukungan yang cukup dari orang tua, guru, dan profesional kesehatan mental untuk mengatasi masalah ini.